BLITARHARIINI.COM – Suara tangis pecah di tepian Sungai Ludogung, Blitar, Jumat (4/7/2025) sore.
Puluhan pasang mata tak berkedip menatap air sungai yang mengalir deras, berharap ADA bin Agus Priyanto (6) muncul dari balik riak air.
ocah kecil itu hilang setelah tercebur saat berusaha mengambil sandalnya yang jatuh.
Detik-Detik yang Menghancurkan
Hanya dalam hitungan menit, tawa riang dua bocah bermain sepeda berubah menjadi jeritan panik. AAD (6), teman sebaya ADA, masih gemetar mengingat bagaimana tangan kecilnya gagal menyelamatkan sahabatnya.
“Aku sudah berusaha pegang tangannya, tapi arusnya terlalu kuat,” ujarnya dengan suara tertahan.
Sungai yang biasanya tenang berubah menjadi monster yang menyambar masa depan seorang anak. Sandal hijau kesayangan ADA mengapung sendirian, menjadi saksi bisu perjuangan terakhirnya melawan arus.
Kepalan Tangan dan Harapan yang Kian Pudar
Agus Priyanto (44), sang ayah, masih berdiri kaku di tepi sungai. Matanya merah membengkak, tangannya menggenggam erat sandal anak semata wayangnya.
“Dia hanya ingin mengambil sandalnya… Hanya itu…” ucapnya lirih, suaranya pecah oleh isak.
Tim SAR bekerja tanpa henti menyisir sungai selebar 10 meter itu. Lampu sorot dan teriakan nama ADA terus menggema di tengah gelapnya malam. Namun, sungai yang kejam itu masih menolak mengembalikan bocah berseragam TK Al Hidayah itu.
Malam yang Tak Kunjung Berakhir
Pukul 19.00 WIB, pencarian terpaksa dihentikan. Bukan karena lelah, tapi kegelapan yang membuat usaha menjadi sia-sia. Petugas hanya bisa memeluk bahu Agus yang masih bersikukuh tak mau meninggalkan sungai.
“Saya tidak bisa pulang tanpanya,” bisiknya.
Di rumah sederhana keluarga Priyanto, meja makan terasa hampa. Piring berisi makanan kesukaan ADA masih utuh, menunggu pemiliknya yang mungkin takkan pernah kembali.
Kisah ini menjadi pengingat pilu bagi setiap orangtua di Blitar: betapa bahaya bisa mengintai di tempat yang paling tak terduga. Dan untuk keluarga Priyanto, ini adalah awal dari malam-malam terpanjang dalam hidup mereka.