BLITARHARIINI.COM – Selama beberapa bulan terakhir, keluhan dari pegawai RSUD Mardi Waloyo Kota Blitar, mulai dari dokter spesialis hingga staf pelayanan, terus mengalir. Keluhan ini bukan hanya soal kesejahteraan yang terabaikan, tetapi juga menyoroti penurunan kualitas layanan yang sangat drastis.
Dalam kunjungan kerja Komisi I ke RSUD, realitas kelam mulai terkuak: jumlah pasien menurun tajam, dan persoalan serius muncul terkait hak pegawai yang belum dibayarkan, dengan nilai mencapai Rp12 miliar.
Kondisi ini bukan hanya mengancam pelayanan kesehatan warga, tetapi juga mengganggu stabilitas internal rumah sakit.
Krisis keuangan RSUD Mardi Waluyo bukanlah sesuatu yang tiba-tiba terjadi. Manajemen rumah sakit dinilai gagal membaca tren dan merespons kebutuhan pasien yang terus berubah.
Pengelolaan yang terlalu birokratis dan minim inovasi membuat rumah sakit semakin terpuruk. Bahkan hal sepele seperti pengelolaan parkir pun diabaikan, menunjukkan lemahnya komunikasi dan koordinasi dari pimpinan rumah sakit. Ini adalah bukti nyata dari ketidakmampuan manajemen dalam menjalankan tugasnya secara efektif.
Komisi I DPRD dengan tegas merekomendasikan agar Wali Kota Blitar tidak tinggal diam. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan, mulai dari aspek manajerial, keuangan, hingga komunikasi internal.
Sudah saatnya Wali Kota turun tangan langsung, karena kehadiran pemimpin di tengah krisis bukan hanya simbolik, melainkan kunci untuk memulihkan kepercayaan pegawai dan masyarakat.
DPRD menegaskan bahwa kebijakan strategis harus segera diambil agar RSUD Mardi Waluyo tidak terus menanggung kerugian yang berpotensi berimbas pada keselamatan warga.
Direktur RSUD Mardi Waluyo, M. Muchlis, tidak menampik kondisi keuangan yang memburuk. Ia mengakui dua tahun terakhir menjadi masa yang sangat berat, dengan pendapatan klaim BPJS yang sangat rendah akibat menurunnya kunjungan pasien.
Persaingan ketat dengan rumah sakit swasta yang semakin agresif juga mempersempit pangsa pasar RSUD. Upaya efisiensi yang dilakukan ternyata tidak mampu menutup defisit, karena masalahnya bersifat struktural dan mendalam.
DPRD mendesak agar Pemkot Blitar tidak menjadi penonton dalam situasi kritis ini. Jika dibiarkan, rumah sakit ini bisa kolaps total, yang berarti ancaman nyata bagi nyawa warga yang mengandalkan layanan kesehatan di sana.
RSUD Mardi Waluyo bukan sekadar bangunan pelayanan, melainkan simbol kehadiran negara dalam memenuhi hak dasar warganya.
Ketidakpuasan internal dan krisis keuangan yang berlarut-larut hanya akan memperburuk situasi, mengikis kepercayaan pasien dan melemahkan semangat pegawai yang selama ini menjaga denyut pelayanan kesehatan kota.