BLITARHARIINI.COM – Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Blitar menuntut tindakan tegas dari kepolisian terhadap aktivitas tambang ilegal di wilayah Blitar. Mereka mendesak agar seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan pertambangan tanpa izin diberikan hukuman maksimal.
Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 14, kepolisian memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan serta penyidikan terhadap tindak pidana.
Ketua PC PMII Blitar, Muhammad Thoha Ma’ruf, menegaskan bahwa setelah adanya penertiban oleh Polres Blitar Kota pada akhir Januari 2025, pihak kepolisian seharusnya melanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan guna mengungkap lebih dalam kasus ini.
“Setiap individu yang terlibat dalam kegiatan pertambangan ilegal harus ditindak tegas. Mereka perlu diberikan sanksi yang membuat jera sebagai bentuk pertanggungjawaban atas dampak yang ditimbulkan,” ujarnya pada Selasa, 4 Februari 2025.
Dari hasil pemantauan PMII Blitar pada 2 Februari 2025, mereka masih menemukan keberadaan alat berat di lokasi tambang Kali Bladak, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas pertambangan tanpa izin masih berlangsung meski telah ada penertiban sebelumnya.
Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 158 menyebutkan bahwa siapa pun yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenai hukuman penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 miliar.
Thoha menambahkan bahwa kegiatan tambang ilegal merupakan aktivitas yang dilakukan tanpa izin resmi atau tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Oleh sebab itu, aparat penegak hukum wajib bertindak sesuai peraturan yang telah ditetapkan.
Terdapat beberapa kategori pelanggaran dalam aktivitas tambang ilegal, di antaranya:
- Melakukan kegiatan pertambangan tanpa memiliki izin usaha pertambangan (IUP) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
- Menambang di luar area yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK.
- Menjalankan operasi tambang yang tidak sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah disetujui.
- Mengabaikan standar operasional tambang yang baik (good mining practice).
- Tidak memperhatikan aspek lingkungan dan sosial dalam proses penambangan.
Hasil kajian internal PC PMII Blitar menyimpulkan bahwa tambang ilegal memberikan banyak dampak negatif. Selain merusak lingkungan, tambang ilegal juga berkontribusi terhadap deforestasi serta peningkatan emisi gas rumah kaca.
“Belum lagi risiko konflik sosial antara perusahaan tambang dengan masyarakat setempat akibat kerusakan infrastruktur seperti jalan. Selain itu, ada juga potensi eksploitasi tenaga kerja, termasuk anak-anak, serta indikasi praktik perbudakan,” jelas Thoha.
Sementara itu, Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman mengapresiasi kepedulian mahasiswa terhadap kondisi lingkungan di daerahnya. Saat dikonfirmasi pada Jumat (31/1/2025), ia menyatakan bahwa pihak kepolisian telah mengambil langkah strategis dalam menangani tambang ilegal.
“Kami berterima kasih atas perhatian dan masukan dari rekan-rekan mahasiswa. Ini menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap Blitar dan sangat kami hargai,” ujar AKBP Arif.
Meski baru menjabat sebagai Kapolres Blitar selama dua pekan, ia mengaku telah menelaah permasalahan ini secara serius. Menurutnya, regulasi mengenai tambang ilegal memerlukan pendekatan yang hati-hati, sehingga keterlibatan masyarakat dalam memberikan informasi sangat dibutuhkan.
“Kami masih terus mendalami persoalan ini, mengingat aturan mengenai pertambangan harus diterapkan dengan cermat. Oleh karena itu, kami juga terbuka terhadap informasi tambahan dari masyarakat,” pungkasnya.