Namun, di dalam tanah yang masih dipenuhi debu vulkanik, Lembu Sura terperangkap di antara batu‑batu dan mengeluarkan jeritan minta pertolongan.
Meski terpaksa tetap terkubur, makhluk itu mengucapkan kutukan terakhirnya dengan suara menggelegar.
Berikut bunyi kutukan Lembu Sura yang kemudian menjadi bagian dari folklore lokal: “Yoh, Kediri sesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping‑kaping, yaiku Kediri dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung dadi kedung.”
Secara bebas, artinya: Kediri akan mendapat pembalasan berulang‑ulang; Kediri menjadi sungai, Blitar menjadi dataran, dan Tulungagung menjadi perairan.
Sejak saat itu, Gunung Kelud kerap meletus, meluluhlantakkan wilayah sekitar dan menimbulkan kerusakan yang seolah menegaskan ramalan tersebut.
Letusan‑letusan besar pada tahun 1586, 1919, 1966, 2007, dan 2014 menyebabkan aliran lahar, longsor, serta banjir bandang yang mengalir menuruni lereng‑lereng Kediri, Blitar, dan Tulungagung.
Akibatnya, wilayah‑wilayah tersebut memang mengalami perubahan geografis yang sesuai dengan ramalan Lembu Sura: Kediri menjadi aliran‑aliran sungai kecil, Blitar berubah menjadi dataran rawan banjir, serta Tulungagung beralih menjadi kawasan waduk dan danau buatan.