BLITARHARIINI.COM – Sejarah Blitar sebagai sebuah kota yang kini dikenal oleh banyak orang menyimpan kisah panjang yang sarat dengan keberanian dan perjuangan.
Berdasarkan sejumlah buku sejarah, terutama tulisan klasik seperti Bale Latar, Blitar diyakini berdiri sekitar abad ke-15.
Di balik nama dan keberadaannya, tersimpan cerita heroik tentang sosok penting yang membuka hutan dan menaklukkan pasukan musuh demi keamanan Kerajaan Majapahit.
Tokoh sentral dalam sejarah ini adalah Nilasuwarna, atau yang juga dikenal dengan nama Gusti Sudomo. Ia adalah anak dari Adipati Wilatika Tuban dan dipercaya menjadi orang kepercayaan Kerajaan Majapahit.
Sebagai “mbabat alas” atau pembuka hutan, Nilasuwarna diberi tugas mengusir bala tentara Tartar yang bersembunyi di hutan selatan, kawasan yang kini menjadi wilayah Blitar dan sekitarnya.
Pasukan Tartar ini dianggap ancaman serius karena melakukan berbagai pemberontakan yang bisa menggoyahkan kestabilan Majapahit.
Menurut cerita sejarah, dengan keberanian dan strategi yang matang, Nilasuwarna berhasil menumpas pasukan Tartar di hutan tersebut.
Sebagai imbalan atas keberhasilannya, Kerajaan Majapahit menghadiahkan kepadanya hak pengelolaan atas hutan selatan, yang selama ini menjadi medan pertempuran. Tidak hanya itu, ia juga dianugerahi gelar Adipati Ariyo Blitar I, menandai dimulainya kepemimpinan lokal di bawah naungan Majapahit.
Uniknya, penamaan “Blitar” sendiri berkaitan erat dengan peristiwa ini. Kata “Balitar” yang berarti Bali Tartar digunakan oleh Adipati Ariyo Blitar I untuk mengenang keberhasilannya menguasai dan memimpin daerah bekas hutan tersebut.
Kepemimpinan Adipati Ariyo Blitar I berjalan dengan baik, didukung oleh keluarganya yang terdiri dari sang istri Dewi Rayung Wulan dan anak mereka, Djoko Kandung.