Scroll untuk baca artikel
Blitar Hari ini

Gagal Dapat Uang Gaib, Mantan Guru SD di Blitar Pilih Palsukan Uang demi Bertahan

×

Gagal Dapat Uang Gaib, Mantan Guru SD di Blitar Pilih Palsukan Uang demi Bertahan

Sebarkan artikel ini
Gagal Dapat Uang Gaib, Mantan Guru SD di Blitar Pilih Palsukan Uang demi Bertahan

BLITARHARIINI.COM – Seorang pria berinisial JH (64) nekat memproduksi dan mengedarkan uang palsu di Pasar Tugurante, Blitar, setelah kecewa lantaran janji mendapatkan uang gaib yang dijanjikan tak kunjung terpenuhi.

Polisi mengamankan JH yang ternyata manta guru SD itu setelah ia tertangkap tangan menggunakan uang palsu pecahan Rp20 ribu.

Kasi Humas Polres Blitar, Iptu Samsul Anwar, menjelaskan bahwa motif di balik tindakan JH bermula dari keterpaksaan ekonomi yang diperparah kekecewaan karena telah membayar mahar Rp35 juta untuk mendapatkan uang gaib yang dijanjikan namun tidak nyata.

“Pelaku mengaku sempat percaya akan memperoleh uang gaib dan telah menyetorkan mahar cukup besar, tapi ternyata tidak ada hasilnya,” ujar Iptu Samsul, Kamis (31/7/2025).

Terdesak kebutuhan, JH lantas memilih jalan memalsukan uang dengan cara sederhana. Dia memotret uang asli menggunakan handphone, lalu mengedit dan mencetaknya di atas kertas manila.

Saat tertangkap oleh pedagang yang curiga dengan transaksi menggunakan uang palsu, JH sempat membantah. Namun di kantor polisi, ia akhirnya mengaku dan menjelaskan proses pembuatannya.

Polisi menyita total uang palsu senilai Rp270 ribu yang terdiri dari tiga lembar pecahan Rp50 ribu dan enam lembar pecahan Rp20 ribu. JH mulai mencetak uang palsu pada Juli 2025 dan sudah mengedarkannya sejak 27 Juli 2025.

Dari hasil pemeriksaan, JH diketahui seorang pekerja swasta yang memilih mencetak sendiri uang palsu sebagai jalan keluar dari tekanan ekonomi akibat janji uang gaib yang tidak terealisasi.

“Ini menjadi peringatan bagi masyarakat, jangan mudah tergiur janji-janji cepat kaya yang tidak masuk akal,” tambah Iptu Samsul.

Atas perbuatannya, JH dijerat dengan Pasal 36 Ayat (3) juncto Pasal 26 Ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.